Aku Suka Matamu

Aku selalu suka matamu. Selayak kopi di dingin pagi penyedia kesegaran, tatapmu mengisi hari dengan penuh pengharapan. Mereka selalu bisa mengalihkan perhatian. Saat aku terpuruk dalam kesedihan, tatapmu datang sebagai obat penyembuhan.

Aku selalu suka matamu. Tatap sayu keduanya selalu menenangkan. Dan kau tahu sesuatu di balik ketenangan? Ada palung paling dalam tempat arus paling mematikan bersemayam. Aku tenggelam tanpa sedikitpun kemampuan untuk menyelam. Di dalam matamu, seluruh gelap menjadi terang. Memantulkan setiap bayangan tentang bahagia di masa depan.

Aku selalu suka matamu. Walau kadang matamu menyempit karena senyuman, bagiku, tenggelam di dalamnya adalah sebuah keberuntungan.

#WP

Kopi Yang Sama

Sepeninggalanmu, aku masih rutin 'ngopi' di tempat yang sama. Selepas senja menjelang maghrib, kursi-kursi ini tak pernah bosan menyambutku dengan hangat. Persis seperti hangatnya sambutanmu di waktu itu. Rapi mereka berbaris, bersiap memberikan kenyamanan untuk setiap insan yang datang.

Postur Tubuhku

Namaku Apep Wahyudin. Tubuhku tinggi, melebihi tinggi rata-rata manusia penghuni kelas. Entahlah, berapa tepatnya tinggi badanku saat ini. Tak pernah aku tertarik untuk mengukurnya. Yang jelas, setiap kali bertemu dengan orang baru, orang itu selalu berkata: “Wah, kamu tinggi sekali!”



Namun, tahukah kamu kalau aku adalah siswa terpedek saat SMP? Aku memiliki seorang sahabat seumuran. Kami bersekolah di SMP yang sama. Ketika itu, dia sudah memperlihatkan tanda-tanda pubertas. Tubuhnya membesar dan bertambah tinggi. Aku? Masih saja kecil dan pendek.

Kesal dengan postur tubuh yang tidak bisa dibanggakan, aku mulai melakukan beberapa usaha untuk mengubah hal tersebut. Pertama, setiap pagi, segelas susu menjadi menu yang wajib masuk ke tubuhku. Kedua, aku mulai ikut-ikutan latihan bola basket bersama kawan-kawan di ekstrakurikuler. Ketiga, dari internet aku tahu kalau buah pisang bisa menambah tinggi badan. Yasudah, pisang masuk dalam daftar buah yang harus dimakan secara konsisten. Demi tinggi badan!

Masuk SMK, tinggi badanku tidak mengalami perubahan yang berarti. Aku masih saja pendek seperti dulu. Hingga aku sadari, kebiasaanku berjalan kaki dari rumah menuju jalan raya sejauh 2 kilometer setiap hari mulai menampakkan efeknya. Tinggi badanku bertambah dengan pesat. Dalam kurun waktu 3 tahun, sekitar 25 sentimeter tambahan tinggi badan telah aku dapatkan.

Mungkin memang sifat alami manusia yang tak pernah bisa merasa puas. Selalu saja ada yang kurang dari hidupnya. Setelah penambahan tinggi badan didapat, aku malah dipusingkan dengan masalah lain. Aku terlalu tinggi! Ternyata menjadi seseorang berpostur tiang listrik tidak semudah apa yang dibayangkan. Aku selalu kesulitan untuk duduk di dalam bus karena jarak antarkursi yang terlalu dekat sehingga dengkulku tak mendapat ruang yang pas. Kasur lantai dan selimut harus diganti. Ternyata, perangkat tidur itu hanya bisa menampung tubuhku sampai betis. Sisanya, terasingkan dari kehangatan.

Dari kisah ini aku belajar. Kadang apa yang kita inginkan tak seindah apa yang kita bayangkan. Orang lain terlihat senang, padahal dialah orang yang menyimpan kesedihan paling dalam. Begitu pula sebaliknya. Kadang, menikmati apa yang ada jauh menentramkan daripada mengejar sesuatu yang tak pernah kita mengerti realitanya.

Hari Pertama Kuliah

Terbangun dari tidur yang selalu membuai manusia dalam kisah-kisah fiktif. Kembali masuk kelas, kembali pada realitas. Bahwa aku masih seorang mahasiswa yang perlu lulus dengan cara yang nggak selalu mulus. Bahwa aku masih harus terus mengejar nilai A yang nampak selalu lebih menarik dibandingkan mantan yang kian hari makin cantik.

Terima kasih Tuhan,
Oksigen yang kau sediakan secara cuma-cuma masih segar rasanya pagi ini. Entahlah kalau sudah siang, aku tidak terlalu yakin.

Terima kasih Tuhan,
Atas kehangatan cinta seorang ibu yang jauh lebih layak menyandang gelar Wonder Woman daripada Gal Gadot dengan kemampuan supernya. Cintailah dia!

Terima kasih Tuhan
Atas seduhan secangkir kopi hangat di antara dinginnya peluk yang dulu pernah kunikmati pula. Terima kasih atas mahakarya dengan segala filosofinya. Kudo'akan, semoga setiap nyawa yang terlibat dalam penciptaan kopi selalu mendapat cinta dariMu.

Terima kasih Tuhan
Walaupun dengan suka duka mahasiswa yang seringnya meringis dengan kuliah dan tugas yang sadis, kelasku masih tetap sangat menyenangkan. Terima kasih telah Kau anugerahkan rekan-rekan seperjuangan yang tak hanya ramah, namun juga hebat di bidangnya masing-masing. Terima kasih atas takdir yang telah mempertemukan kami.

Terima kasih Tuhan
Beasiswaku lancar. Ini juga yang menjadi alasan aku bangun sesemangat ini.

Terima kasih Tuhan
Atas seseorang yang selalu ada, pernah ada, dan telah tiada. Orang-orang yang silih berganti singgah di hati. Kini, semoga mereka yang telah pergi mendapakan tempat menetap yang lebih aman di hati yang lebih nyaman. Untukmu yang selalu ada, tetaplah ada.

Terima kasih Tuhan
Atas segala cinta dari setiap penjuru semesta.

Memandang Kopi Dari Sisi Filosofis

Seorang guru yang bijak pernah memberiku iming-iming keindahan surga. Katanya, surga dialiri sungai dengan empat jenis air, yaitu: Air tawar, Susu, Madu dan Arak. Munculah sebuah pertanyaan dariku: Mengapa tidak tambah sungai kelima yang dialiri kopi? Ia tergelak. Aku bengong tanpa suara. Dalam benakku, mungkin Tuhan memilih untuk berbaikhati dengan memberi kesempatan pada penduduk bumi untuk mencecap setetes rasa surga.


Kebanggan

Sekitar dua minggu ke depan, aku akan masuk kuliah lagi. Libur yang sebenarnya hanya perpindahan kesibukan akan segera berakhir. Selama libur kuliah ini aku memang nggak pernah nganggur kecuali di akhir pekan. Bagiku yang seorang pegawai honorer di sebuah sekolah menegah kejuruan swasta di kota Sumedang, libur kuliah berarti masuk kerja secara full. Sisi positifnya, hal itu juga berarti gaji yang full alias tanpa potongan jam kuliah hehehe And now, two weeks to go!

Kejujuran Secangkir Kopi

Aku masih sangat ingat semuanya
Saat itu, tanpa alasan yang jelas, kau undang aku untuk menikmati suasana senja di sebuah kedai kopi. Aku yang saat itu sedang sangat jatuh cinta kepadamu berpikir bahwa itu adalah sebuah rencana yang sangat romantis. Kau sendiri tahu bahwa aku adalah pria penikmat kopi sekaligus pengagum senja.

Bercanda

Tiang listrik
Kayak lidi
Peot
Pohon Berjalan!
Hantu Galah!
Awas terbang ketiup angin!
Loe pagi-pagi sarapan bambu ya?

Kembang Api




Belajarlah untuk merelakan. Karena seseorang yang memaksa pergi layaknya kembang api yang sumbu-nya sudah membara sejak lama. Belajarlah untuk melepasnya dari genggamanmu atau tanggung sendiri akibatnya: suara ledakan yang memekakkan telinga, cahaya terang membutakan mata, dan panasnya api yang membakar tubuh sampai ke dalam jiwa. Cobalah untuk melepaskan. Ikat sejumput kenangan tak penting tentangnya pada batang kembang api dan biarkan mereka terbang melesat jauh ke angkasa. Biarkan dia meledak di belantara awan hitam, hancur lebur berkeping-keping dan jatuh kembali ke tanah. Jangan pungut kepingan itu! Itu hanyalah sisa-sisa kenangan yang cepat atau lambat akan terbang ditiup angin sampai jauh. Sesaat setelah ledakan hebat itu terjadi, pandanglah langit malam. Percayalah, keindahan itu pantas kamu miliki.


Ditulis di depan sebuah cermin datar dalam kamar mandi.

#WP
#ApepWahyudin

Rahasia Senja dan Secangkir Kopi [Jatigede Travel Writing]

Jika kau sedang memiliki waktu luang, atau mungkin tempat kerjamu sedang libur, mampirlah ke rumahku sekali-kali. Bagi yang belum tahu, rumahku berada di sebuah dusun bernama Ciduging yang merupakan bagian dari Desa Tarunajaya Kecamatan Darmaraja Kabupaten Sumedang. Rumahku bisa ditempuh dari pusat kota Sumedang selama satu jam perjalanan menggunakan kendaraan bermotor.

Dari rumahku, aku akan membawamu ke tempat yang sederhana namun bisa sangat istimewa. Itu adalah tempatku mengistirahatkan tubuh dan pikiran, mencari inspirasi, dan yang terpenting, menikmati senja.

Curanpen [My First Short Story]

Di depan kelas, seorang mahasiswa berperawakan tinggi kurus berjalan santai menuju pintu. Sol sepatu pantofelnya beradu dengan lantai dan menghasilkan suara yang khas. Arya melirik ke arah jam tangannya dan menyadari bahwa dia datang terlalu pagi. Kelas pertama akan dimulai satu jam lagi. Di ambang pintu ia berhenti, kemudian mencondongkan badannya ke depan seolah-olah sedang memeriksa keadaan di dalam kelas. Beberapa mahasiswa lain tengah duduk-duduk di bangkunya masing-masing. Di barisan depan, seseorang sedang sibuk membaca buku super tebal. Tiga orang wanita tertawa terbahak-bahak. Entah apa yang mereka bicarakan.



For God: This Is The Proposal of My Life

My name is Apep Wahyudin. I am going to be a king in my own kingdom!
I was born in a village called Dusun Ciduging on 25th May 1996. It is twenty one years ago. I don’t come from a wealthy family, just a common family like the others. My father was a farmer and my mother is just a housewife. My parents were blessed by the God to take care four daughters and two sons included me. It was not easy for me as the last child. By this situation, I always had to share everything with my siblings: foods, drinks, bed, and even education. I am so thankful because the only one child of my parents who has the best education degree is me. I passed the senior high school degree while my siblings just passed junior high school or primary school.

Lebih Baik Sakit Hati Daripada Sakit Gigi

Ada yang merasa asing dengan istilah "Lebih Baik Sakit Gigi Daripada Sakit Hati"?
Ada?
Serius ada?!
Anj#r!! Kemana aja loe?
Serius, ini kata-kata terkenal!

Nih gue kasih penjelasannya. Kalau nggak salah --berarti bener-- ini adalah judul sebuah lagu dangdut. Dan kalo nggak salah juga, penyanyinya adalah Megy Z. Coba cek di google deh! Eh, jangan bilang kalo loe juga nggak tau google! Nggak mungkin!

Banyak yang menggunakan kata-kata ini untuk menggambarkan betapa mengerikannya sesuatu yang mereka sebut 'patah hati'. Iya, patah hati yang selalu berujung sakit hati. Saking mengerikannya, mereka lebih memilih untuk merasakan sakit gigi ketimbang sakit hati. Bagi mereka, sakit gigi itu nggak ada apa-apanya. Cetek! Sakit gigi ada obatnya. Lah, sakit hati? Kemana obat hendak dicari?

Sekarang gue tanya lagi. Jangan protes kalo gue nanya melulu! Loe pernah ngerasain sakit gigi nggak sih? Pernah? Atau nggak pernah? Kalau nggak pernah, ya, bagus. Itu tandanya gigi loe sehat. Itu tandanya loe udah mengamalkan apa yang dikatakan oleh iklan-iklan pasta gigi. Juga, itu tandanya Tuhan masih baik sama loe.

Kalo loe nggak pernah ngerasain sakit gigi, nih gue kasih gambaran. Mungkin nggak semua orang bakalan paham karena ini cuma gambaran. Tapi, Kalau loe mau ngerasain sensasi sakit gigi yang asli, loe cukup makan cokelat tiap malam, dan jangan gosok gigi selama sebulan.

Pengalaman merasakan sakit gigi adalah sebuah pengalaman yang mengerikan. Ketika gue sakit gigi, kata yang paling sering gue ucapkan adalah: aduh, astaghfirullah, dan anj#ng. Iya, ironis memang.

Saking sakitnya, apalagi ketika malam, gue nggak bisa tidur nyenyak. Hampir setiap satu jam gue kebangun, merintih kesakitan, tidur lagi, sejam kemudian bangun lagi. Terus menerus sampai gue akhirnya bangun pagi dengan kondisi yang ngantuk berat karena kurang tidur. Nggak cukup sampai di situ. Yang tersiksa di malam hari itu bukan cuma gue. Tetangga gue juga kena imbasnya karena ngedengerin suara rintihan gue tiap malem. Atau, mungkin juga tetangga gue ngira bahwa suara gue adalah suara setan yang sedang gentayangan.

Ketika loe sakit gigi, loe akan jadi lebih sensitif daripada cewek yang sedang PMS hari pertama. Percaya sama gue! Loe nggak akan bisa tahan ngedengerin suara berisik sedikitpun. Setiap kali ada yang bikin suara berisik, loa akan langsung marah-marah! Belum lagi makanan yang biasanya terasa lezat, akan terasa sangat susah untuk sekedar dikunyah dengan baik. TRAGIS!

Bandingkan dengan saat gue sakit hati! Ketika gue sakit hati atau patah hati, gue mungkin nggak akan merasa semenderita itu. Yang pertama kali menjadi korban ketika gue patah hati adalah bantal. Gue bakalan nangis sejadi-jadinya sampai cape. Kalo udah cape, yaudah, palingan gue bakalan tidur lebih lama.

Gue mungkin akan sedikit bad mood. Bertingkah aneh, uring-uringan, pasang muka datar, atau menghindari mengobrol dengan orang lain. Tapi kayaknya nggak bakalan lama, deh. Sehari, menurut gue udah cukup. Mungkin juga gue bakalan sering main ke luar rumah bareng temen-temen gue. Lumayan, lah, bisa bikin lupa kalau gue sedang sakit hati.

Kesimpulannya, gue nggak setuju dengan kata-katanya Megy Z! Sakit gigi menurut gue jauh lebih menyakitkan daripada sakit hati. Jauh lebih mengerikan dan juga memberikan dampak yang jauh lebih sadis. Entahlah, gue nggak tahu kenapa gue menulis postingan ini. Mungkin karena gue memang nggak setuju dengan frase "Lebih Baik Sakit Gigi Daripada Sakit Hati". Atau, mungkin seprti kata The Rain dan EndankSoekamti, gue memang "Terlatih Patah Hati"? Hemmmmmm....

P.S. Penulis memang sedang sakit gigi saat postingan ini diterbitkan :D

#WangsaPutera

Pa,

Pa,
Bapa dimana?
Nuju naon?
Sareng saha?
Kumaha kabarna?
Sae?
Kedah sae nya, Pa.

Pa,
Apep kangen
Tos lami teu pendak
Tujuh taun, pa, tujuh taun.
Sigana cekap asana teh kanggo mopohokeun rasana ditinggalkeun
Tapi angger, asana kakara kamari bapa mulang
Dipundut ku nu Maha Kawasa
Indit sakaligus mulang
Indit ninggalkeun Apep,
Mulang nyorang Gusti nu Maha Suci
Asana teu cekap tujuh taun pikeun nyeuseuh kapeurih, miceun rasa nalangsa
Bapa kamana wae?

Pa,
Kamari apep ulin rada jauh, punten teu wawartos.
Di pangulinan, apep ninggal pameget nuju didamel
Padamelanna kaetang basajan, sederhana
Mung, jadi tukang nyugu, ngalemeskeun kai pikeun mebel
Tapi nempo eta pameget meni matak sirik, Pa
Anjeunna didamel sasarengan sareng bapana
Katingal resep tur kompak
Pa, Apep ge hayang siga kitu.
Tapi geus teu bisa
Bapa angkat waktos Apep teu acan terang nanaon

Pa,
Nuhun,
Tadi peuting geus nyimpang dina impenan Apep
Nuhun pisan geus ngalongok Apep

Pa,
Lamun ayeuna Bapa ningal Apep anu sakieu kaayaannana,
Ari bapa rek ngarasa reueus atawa henteu?

Pa,
Punten,
Hampura,
Hampura lamun Apep geus jadi budak nu goreng adat
Budak nu sok ngalawan aturan
Jadi budak nu teu puguh arahna

Pa,
Nuhun
Nuhun sabab bapa pernah ngobrol sareng Apep
Karasa, pa, sagala cariosan bapa teh manfaat kanggo Apep
Sadayana bener, Pa.

Pa,
Mugi Gusti Nu Maha Asih mikanyaah ka bapa
Mugi Gusti Nu Rea Pangampura ngahampura sadaya kelepatan bapa
Mugi Gusti Nu Maha Agung nempatkeun bapa di tempat anu pangsaena

Nuhun, Pa.
Hampura, Pa.

Pekerjaan

Aku sakit. Iya. Sakit dalam artian denotatif. Bukan sakit hati apalagi patah hati. Ini beneran sakit. Kombinasi antara keseringan begadang karena banyaknya kerjaan dan juga gara-gara nggak sengaja hujan-hujanan berhasil membuatku demam parah.

Kepalaku rasanya berat. Pusing. Suhu badanku naik, namun aku merasakan dingin yang menusuk-nusuk hingga ke tulang. Mataku seolah enggan melihat cahaya. Ingin tidur saja. Padahal, hari itu aku masih harus masuk kerja. Masih banyak kewajiban kerja yag harus aku tunaikan. Tapi, tubuh ini rasanya ingin terus menempel dengan kasur. Bukan karena aku malas, tapi karena memang aku sedang sakit.

Beberapa hari ini, Alhamdulillah, job desain sedang rami-ramainya. Dengan banyaknya event-event besar di sekitar kampus, alhasil, banyak juga yang menggunakan jasa desainku untuk sekedar membuatkan spanduk atau baliho. Sekali lagi, Alhamdulillah, dompetku masih bisa terisi di tanggal tua ini, walaupun tak seberapa. Kurasa, cukup untuk menyambung nyawa selama beberapa hari sambil menunggu honor bulanan cair.

Pekerjaanku yang hanya seorang teknisi laboratorium komputer di sebuah SMK swasta mengharuskanku untuk mencari tambahan penghasilan lain. Bukannya aku tidak bersyukur dengan apa yang kumiliki saat ini, tapi mari berpikir realistis. Honorku tidaklah seberapa! Mungkin cukup untuk biaya makan selama sebulan, tapi kebutuhanku bukan hanya makan. Kau pasti mengerti dengan keadaanku.

Aku memilih menjadi seorang desainer grafis freelance karena hanya itulah kemampuanku. Hanya itu hobiku satu-satunya yang bisa menghasilkan uang. Aku percaya, seberat apapun sebuah pekerjaan, jika itu bagian dari hobi, semuanya bisa dianggap menyenangkan.

Bekerja sebagai desainer grafis freelance, seperti yang aku lakoni ini, memang makan hati. Tidak setiap hari ada pesanan. Bayarannya kadang tidak sepadan dengan apa yang dikerjakan. Tidak ada upah minimum. Tidak ada tarif yang jelas. Jam kerja bisa kapan saja termasuk dini hari! Namanya juga freelancer.

Kalau sedang beruntung, aku bisa mendapat konsumen yang menyenangkan. Mereka adalah tipikal konsumen yang tidak banyak maunya, mudah merasa puas dengan hasil yang kuberikan, namun dapat menghargai pekerjaanku dengan sangat baik. Pekerjaan pun bisa selesai dengan cepat. Aku senang, konsumen juga puas.

Kalau sedang apes, konsumen bisa jadi sangan menyebalkan. Mereka menganggap apa yang kulakukan itu mudah. “Geser sedikit saja, gampang.” Kenyataannya, hal itu tidaklah semudah yang dibayangkan. Kau harus belajar ilmu desain grafis untuk bisa mengerti keluh kesahku. Sekedar saran, jika kau tertarik dengan dunia desain grafis, bekerjalah untuk perusahaan yang memang berkecimpung di bidang tersebut. Setidaknya mereka sudah menerapkan standar upah yang pas. Target pasar mereka jelas.

Konsumen macam ini juga banyak menuntut. Aku memberikan A, mereka minta B. Kuberi mereka B, mereka malah berpikir bahwa ternyata A lebih baik. “Kayaknya, bagusan yang tadi, deh.” Begitu terus. Revisi bisa berlangsung semalaman, bahkan berhari-hari! Seolah-oleh para konsumen itu tidak tahu apa yang mereka inginkan. Plin-plan. Saat pembayaran tiba, hasilnya tak sesuai dengan apa yang aku harapkan. Bayaran yang teramat sedikit untuk pekerjaan yang teramat banyak. Tidak sepadan!

Namun, seperti kata pepatah: Konsumen adalah raja, aku nurut saja. Walaupun hati ini rasanya penuh dengan umpatan-upatan kotor karena jengkel dengan kelakuan mereka. Tentu saja aku tidak berani mengutarakan umpatan-umpatan itu melalui mulutku. Bahaya! Bisa hilang penghasilanku kalau membuat kesan yang negatif di mata mereka. Sekali lagi, konsumen adalah raja.

Itulah alasan kenapa aku sering begadang sehingga aku jatuh sakit. Kopi seperti sudah menjadi sahabatku setiap malam. Lumayan, bisa membuatku terjaga semalaman. Lebih dari itu, kopi juga merupakan sumber inspirasi bagiku. Seolah-olah ide terus menerus menghujani otakku seiring dengan suara ‘seruput’ saat bibirku bersentuhan dengan mulut gelas. Ah! Nikmat rasanya. Aku seperti bisa duduk di depan laptopku, memandang monitor dan mengerjakan pesanan desain dari konsumen sampai pagi. Selama ada kopi, it is OK!

#WangsaPutera

CATATAN AKHIR TAHUN [Kepada Eki]

Nadi yang keriput, urat yang semakin tua.
Si Lunta masih menangis di pojokan malam.
Jemari kurusnya bergemeretak, bergetar seakan diguncang nestapa tanpa jeda.

Bibirnya semakin pintar mengucap-ucap kata, membilang-bilang angka yang semakin hari semakin berkurang jumlahnya. Menghitung setiap tetes air mata di pusara waktu di keranda rindu. Mengingat-ingat bait sajak yang dulu selalu terlantun dari penyair-penyair dimabuk asmara di sebuah gubuk tua.
“Terlalu cepat.” Ucapnya lirih.

Si Lunta kini hidup sebatangkara. Sejak saat itu, tingkahnya tampak semakin asing saja. Wajahnya memucat, tangannya memanjang dan bibirnya menebal. Kerjaannya setiap hari hanya tertawa kegirangan di pojokan malam.

Tawa demi tawa seakan bebas lepas dari kerangkeng mulutnya. Seperti membuang nestapa tanpa jeda seiring tawa yang banyaknya justru bernada luka.
“Terlalu lama!” Pekik si Lunta di akhir tiap tawanya.

Nampaknya semesta telah mengizinkannya untuk beristrirahat malam ini. Menyuruhnya untuk sejenak tertunduk di hadapan waktu.

Malam mulai menelanjanginya.
Perlahan, dicopotnya pakaian lelah dari tubuh kurus si Lunta satu persatu. Ditutupinya tubuh itu dengan selimut berbahan kalbu.

“Beristirahatlah, anakku. Berbahagialah, Pejamkan lelahmu, tidurkan kecewamu. Biarkan mimpimu pergi meninggalkanku.” Ucap malam.

“Tidak. Biarkan aku terjaga di pangkuanmu. Aku yang akan menjadi saksi ketika pagi datang merenggut jiwa dan seluruh memorimu.”

Kau yang dibunuh waktu

Puisi ini aku buat untuk sahabatku, alm. Riszky Octaviani (Eki). Di malam tahun baru 2017 itu, terlintas sebuah raga yang kini terbaring di tanah. Iya, puisi ini terlalu jelek untuk persahabatan kau, aku dan teman-teman sekelas yang lain. Iya, puisi ini hanya berisi sumpah serapah dariku yang tak pernah rela mengenakan baju toga tanpamu kelak. Iya, puisi ini memang tak pernah bisa mengubah apapun. But, hey, at least I can make my memories about you eternal.


You've gone every single piece, but not the memories.