Curanpen [My First Short Story]

Di depan kelas, seorang mahasiswa berperawakan tinggi kurus berjalan santai menuju pintu. Sol sepatu pantofelnya beradu dengan lantai dan menghasilkan suara yang khas. Arya melirik ke arah jam tangannya dan menyadari bahwa dia datang terlalu pagi. Kelas pertama akan dimulai satu jam lagi. Di ambang pintu ia berhenti, kemudian mencondongkan badannya ke depan seolah-olah sedang memeriksa keadaan di dalam kelas. Beberapa mahasiswa lain tengah duduk-duduk di bangkunya masing-masing. Di barisan depan, seseorang sedang sibuk membaca buku super tebal. Tiga orang wanita tertawa terbahak-bahak. Entah apa yang mereka bicarakan.





Arya mencoba mengalihkan pandangannya ke belakang kelas. Sepasang mata yang sudah sangat ia kenali menatap ke arahnya. Itu adalah sahabatnya, Toha. Arya sedikit tersenyum ketika melihat sahabatnya sedang asyik memainkan ponsel pintar. Arya berjalan mendekati Toha kemudian menaruh tas punggungnya di kursi kosong tepat di sebelah Toha dan duduk di atasnya.

“Tumben kau datang sepagi ini? Biasanya kau baru nampak semenit sebelum kelas dimulai.” Toha menatap Arya seakan tak percaya bahwa sahabatnya datang sedini itu.

“Semua orang bisa berubah, sahabatku.”

“Aku tahu itu. Itu kalimat klise!” Ucap Toha sambil terus berkutat dengan ponselnya.
Arya terkekeh. Ia menyadari bahwa ini adalah salah-satu pencapaian terbaiknya; tiba di kelas jauh sebelum kelas dimulai.

“Eh, sudahkah kau membaca koran pagi ini?” Toha menanggalkan ponselnya seraya mengalihakan pembicaraan.

“Belum. Sebenarnya aku agak bosan dengan berita-berita di koran akhir-akhir ini. Beritanya itu, kalau tidak tentang jalan rusak di pelosok yang tak kunjung diperbaiki, ya paling-paling tentang orang-orang yang sibuk mencari simpati masyarakat dengan jalan pencitraan.” Ketus Arya.

“Ini tentang kasus pencurian kendaraan bermotor! Kalau di koran biasanya disebut curanmor.”

“Apa spesialnya berita pencurian macam itu? Bukankah kasus pencurian uang negara terjadi setiap hari? Itu lebih penting untuk dibahas, bukan?”

“Yang ini beda! Kurasa pelaku curanmor yang ini sangatlah cerdas!” Toha terlihat antusias.
Arya menatap Toha sambil mengernyitkan dahi.

Toha kemudian menceritakan tentang kasus pencurian kendaraan bermotor yang dimuat dalam koran pagi ini. Pelaku curanmor yang beraksi tadi malam berhasil dibekuk aparat kepolisian. Dari keterangan pelaku, polisi mengetahui bahwa para pencuri cenderung memilih target kendaraan niaga seperti mobil box atau pick up. Alasannya cukup sederhana dan masuk akal. Kendaraan jenis ini lebih mudah untuk dijual kembali karena peminatnya yang sangat banyak. Selain itu, jarang ada pemilik kendaraan niaga yang memasang alarm pencuri pada kendaraanya. Proses pencurian pun bisa berjalan dengan mulus tanpa hambatan yang berarti.

“Jadi, apa bagian cerdas dari kasus ini?” Arya masih terlihat keheranan.

“Coba kau perhatikan! Para pencuri ini menargetkan jenis kendaraan yang spesifik. Mereka seolah-olah memiliki target pasar yang jelas. Selain itu, manajemen resiko yang mereka terapkan juga cukup baik. Mereka tak mau mengambil risiko dengan mencuri kendaraan mewah yang biasanya sudah dilengkapi alarm pencuri. Aku yakin salah satu dari mereka pernah belajar ilmu ekonomi walaupun hanya sedikit.” Papar Toha.

Arya mulai bisa menangkap maksud dari perkataan Toha. Ia kemudian teringat dengan kasus hilangnya pulpen yang baru ia beli beberapa hari yang lalu. Bukan sekali dia kehilangan sebuah pulpen. Bahkan, selama enam semester berkuliah, Arya selalu merasa tidak pernah kehabisan tinta pulpen. Belum sempat tintanya habis, pulpen sudah hilang entah kemana. Pria jangkung itu kadang dibuat frustrasi karena pulpennya selalu hilang di saat yang teramat genting. Uang jajannya kadang habis hanya untuk membeli pulpen berkali-kali. Terakhir kali Arya kehilangan pulpen ialah ketika dia berhadapan dengan ujian akhir semester. Ia sudah mempersiapkan segalanya di dalam tas. Namun, saat hendak mengisi daftar hadir ujian, ia kesulitan untuk menemukan pulpennya didalam tas. Ia pun menyadari bahwa pulpennya sudah raib. Seketika itu juga ia merasa sangat marah. Arya tak habis pikir, apakah ada orang yang mau mencuri barang sederhana nan murah itu? Apakah kasus ini sama dengan kasus curanmor yang diceritakan Toha? Pulpen curian memiliki pangsa pasar yang besar dan risiko yang lebih kecil. Ah sepertinya berlebihan sekali.

Arya kemudian menceritakan tentang pulpennya yang selalu hilang kepada Toha.

“Itu hanya sebuah pulpen. Tak perlu kau pikirkan. Beli saja yang baru.” Ucap sahabatnya.
Pemuda jangkung itu hanya terdiam. Dia memegang dagunya seperti masih kebingungan.

“Bukan itu maksudku. Masalahnya adalah pulpenku selalu hilang ketika keadaan genting, ketika aku sangat membutuhkannya. Kau ingat kejadian ujian akhir semester tempo hari? Aku terpaksa meninggalkan kelas untuk membeli pulpen baru. Satu kelas tak ada yang bisa meminjamiku pulpen. Pusing aku!” Katanya.

“Sudalah. Kau mungkin harus lebih berhati-hati. Jaga baik-baik pulpenmu itu! Simpan baranng-barang berhargamu di tempat yang aman. Mungkin salahmu juga yang kadang teledor. Ingat kata bang napi: ‘Kejahatan terjadi bukan hanya karena ada niat dari pelakunya, tapi juga karena ada kesempatan. Waspadalah!’” Toha menyarankan.

Arya kembali mencerna perkataan Toha. Dia berpikir bahwa saran sahabatnya itu ada benarnya. Mungkin faktor keteledoran dirinyalah yang membuat pulpennya selalu hilang. Ia selalu melupakan hal yang kecil namun sangat berharga seperti sebuah pulpen. Setelah ini, ia bertekad untuk mengakhiri keteledorannya. Kejadian di ujian akhir semester harus menjadi kasus kehilangan pulpennya yang terakhir. Pulpen itu akan menjadi pulpen terakhirnya yang hilang sebelum tintanya habis. Tak akan ada lagi kasus kehilangan pulpen yang akan menimpa diri Arya. Tak akan ada lagi rasa frustrasi yang akan dia alami.

“Ada benarnya juga perkataanmu. Oke, aku akan lebih berhati-hati. Aku bertekad untuk mengakhiri keteledoranku. Biarlah kejadian pada ujian akhir semester menjadi kasus kehilangan pulpen yang terakhir!” Ucap Arya mantap.

“Eh, Pak Budiman sudah datang, tuh.” Tiba-tiba Toha melirik ke arah pintu masuk. Seorang dosen memasuki kelas. Kuliah akan segera dimulai. Arya dan Toha baru menyadari bahwa kelas sudah dipenuhi mahasiswa.

“Selama pagi! Hari ini saya akan mengadakan pre-test. Siapkan selembar kertas dan alat tulis kalian! Dilarang mencontek! Jangan khawatir, ini hanya akan menjadi bahan evaluasi saya dan tidak akan masuk penilaian.” Pak Budiman membuka sesi kuliah tanpa basa-basi.
Seluruh mahasiswa di dalam kelas bergegas menyiapkan selembar kertas dan alat tulis mereka masing-masing.

Toha sudah siap dengan selembar kertas dan sebuah pulpen di tangannya. Arya malah celingukan. Ia mengobrak-abrik isi tasnya namun benda yang dicarinya tak kunjung ia temukan. Toha menangkap gelagat sahabatnya.

“Ada apa?” Tanya Toha keheranan.

Arya tidak menjawab. Dia mengangkat kepalanya kemudian menatap wajah sahabatnya dengan ekspresi yang aneh. Sedetik kemudian, Arya berkata pelan namun penuh tekanan. “BANGSAT!”

Lelaki jangkung itu melangkah menuju meja dosen di bagian depan kelas. Amarahnya sudah sampai ke ubun-ubun. Tangannya terkepal kuat tanda ia sedang frustrasi. Mukanya memerah dan nafasnya memburu. Tanpa menghiraukan keberadaan Pak Budiman, ia menaiki meja dosen dan berdiri di atasnya. Ia pandangi semua wajah yang ada di depannya tanpa terkecuali.

“Siapa di antara kalian yang mengambil pulpen terakhirku? Ngaku!”

Seisi kelas dibuat kaget oleh ulah Arya. Namun, mereka hanya bisa terdiam. Tak ada yang berani berbicara. Para mahasiswi tertunduk sementara para mahasiswa hanya bisa melongo melihat keberanian Arya. Pak Budiman ikut kaget setengah mati melihat kelakuan mahasiswanya yang berdiri di atas meja dosen.

“Jadi, tak ada yang mau ngaku?”

Semua orang masih terdiam.

“Baiklah! Kalau masih tak ada yang mau mengakui kebusukannya, terpaksa, akan kubawa kasus ini ke ranah hukum! Biar pihak berwenang yang akan menyelidiki hilangnya pulpen terakhirku. Sekalian saja diliput media masa agar seluruh orang di kota ini tahu betapa kotornya tangan-tangan kalian. Ini akan menjadi kasus yang besar dengan headline sensasional: CURANPEN!”

#WP #2017


No comments:

Post a Comment