Memandang Kopi Dari Sisi Filosofis

Seorang guru yang bijak pernah memberiku iming-iming keindahan surga. Katanya, surga dialiri sungai dengan empat jenis air, yaitu: Air tawar, Susu, Madu dan Arak. Munculah sebuah pertanyaan dariku: Mengapa tidak tambah sungai kelima yang dialiri kopi? Ia tergelak. Aku bengong tanpa suara. Dalam benakku, mungkin Tuhan memilih untuk berbaikhati dengan memberi kesempatan pada penduduk bumi untuk mencecap setetes rasa surga.


Bicara tentang kopi berarti bicara tentang tema yang sangat besar. Kopi bukanlah sebuah minuman biasa, melainkan sebuah mahakarya yang tercipta penuh rasa. Kopi bukanlah minuman yang akan kau pesan sekedar menghilangkan dahaga, tetapi bahan bakar penyegar otak dan pemuas raga.

Segelas Kopi Gayo di Cafe Manualism Sumedang

Kopi adalah konspirasi dunia yang paling kejam. Karenanya, roda perekonomian berputar lancar seiring detik yang terus beredar. Melalui mata-mata para pekerja malam, rezeki mengucur deras sekalipun dari dasar tanah paling dalam. Kopi adalah hasil persekongkolan elit-elit global demi terciptanya sebuah tatanan dunia yang damai tanpa konflik dan tumbal. Mengontrol tatanan hidup masyarakat, membuat yang renggang semakin dekat.

Kopi adalah simbol kejujuran. Ia tak malu untuk terlihat hitam. Bahkan, ketika iklan-iklan kopi instant murahan menggembar-gemborkan white-coffee, warna kopi tak pernah 100% berubah. Jejak-jejak hitam kopi tak pernah mampu dihapus krimer over-dose.

Masih soal kejujuran, kopi tak pernah menyangkal rasa pahit sebuah kebenaran. Ya, sebuah kejujuran kadang pahit rasanya. Namun dengan takaran gula yang pas, secangkir kopi bisa kau nikmati sampai tandas.

#WangsaPutera
#ApepWahyudin

No comments:

Post a Comment