Pa,

Pa,
Bapa dimana?
Nuju naon?
Sareng saha?
Kumaha kabarna?
Sae?
Kedah sae nya, Pa.

Pa,
Apep kangen
Tos lami teu pendak
Tujuh taun, pa, tujuh taun.
Sigana cekap asana teh kanggo mopohokeun rasana ditinggalkeun
Tapi angger, asana kakara kamari bapa mulang
Dipundut ku nu Maha Kawasa
Indit sakaligus mulang
Indit ninggalkeun Apep,
Mulang nyorang Gusti nu Maha Suci
Asana teu cekap tujuh taun pikeun nyeuseuh kapeurih, miceun rasa nalangsa
Bapa kamana wae?

Pa,
Kamari apep ulin rada jauh, punten teu wawartos.
Di pangulinan, apep ninggal pameget nuju didamel
Padamelanna kaetang basajan, sederhana
Mung, jadi tukang nyugu, ngalemeskeun kai pikeun mebel
Tapi nempo eta pameget meni matak sirik, Pa
Anjeunna didamel sasarengan sareng bapana
Katingal resep tur kompak
Pa, Apep ge hayang siga kitu.
Tapi geus teu bisa
Bapa angkat waktos Apep teu acan terang nanaon

Pa,
Nuhun,
Tadi peuting geus nyimpang dina impenan Apep
Nuhun pisan geus ngalongok Apep

Pa,
Lamun ayeuna Bapa ningal Apep anu sakieu kaayaannana,
Ari bapa rek ngarasa reueus atawa henteu?

Pa,
Punten,
Hampura,
Hampura lamun Apep geus jadi budak nu goreng adat
Budak nu sok ngalawan aturan
Jadi budak nu teu puguh arahna

Pa,
Nuhun
Nuhun sabab bapa pernah ngobrol sareng Apep
Karasa, pa, sagala cariosan bapa teh manfaat kanggo Apep
Sadayana bener, Pa.

Pa,
Mugi Gusti Nu Maha Asih mikanyaah ka bapa
Mugi Gusti Nu Rea Pangampura ngahampura sadaya kelepatan bapa
Mugi Gusti Nu Maha Agung nempatkeun bapa di tempat anu pangsaena

Nuhun, Pa.
Hampura, Pa.

Pekerjaan

Aku sakit. Iya. Sakit dalam artian denotatif. Bukan sakit hati apalagi patah hati. Ini beneran sakit. Kombinasi antara keseringan begadang karena banyaknya kerjaan dan juga gara-gara nggak sengaja hujan-hujanan berhasil membuatku demam parah.

Kepalaku rasanya berat. Pusing. Suhu badanku naik, namun aku merasakan dingin yang menusuk-nusuk hingga ke tulang. Mataku seolah enggan melihat cahaya. Ingin tidur saja. Padahal, hari itu aku masih harus masuk kerja. Masih banyak kewajiban kerja yag harus aku tunaikan. Tapi, tubuh ini rasanya ingin terus menempel dengan kasur. Bukan karena aku malas, tapi karena memang aku sedang sakit.

Beberapa hari ini, Alhamdulillah, job desain sedang rami-ramainya. Dengan banyaknya event-event besar di sekitar kampus, alhasil, banyak juga yang menggunakan jasa desainku untuk sekedar membuatkan spanduk atau baliho. Sekali lagi, Alhamdulillah, dompetku masih bisa terisi di tanggal tua ini, walaupun tak seberapa. Kurasa, cukup untuk menyambung nyawa selama beberapa hari sambil menunggu honor bulanan cair.

Pekerjaanku yang hanya seorang teknisi laboratorium komputer di sebuah SMK swasta mengharuskanku untuk mencari tambahan penghasilan lain. Bukannya aku tidak bersyukur dengan apa yang kumiliki saat ini, tapi mari berpikir realistis. Honorku tidaklah seberapa! Mungkin cukup untuk biaya makan selama sebulan, tapi kebutuhanku bukan hanya makan. Kau pasti mengerti dengan keadaanku.

Aku memilih menjadi seorang desainer grafis freelance karena hanya itulah kemampuanku. Hanya itu hobiku satu-satunya yang bisa menghasilkan uang. Aku percaya, seberat apapun sebuah pekerjaan, jika itu bagian dari hobi, semuanya bisa dianggap menyenangkan.

Bekerja sebagai desainer grafis freelance, seperti yang aku lakoni ini, memang makan hati. Tidak setiap hari ada pesanan. Bayarannya kadang tidak sepadan dengan apa yang dikerjakan. Tidak ada upah minimum. Tidak ada tarif yang jelas. Jam kerja bisa kapan saja termasuk dini hari! Namanya juga freelancer.

Kalau sedang beruntung, aku bisa mendapat konsumen yang menyenangkan. Mereka adalah tipikal konsumen yang tidak banyak maunya, mudah merasa puas dengan hasil yang kuberikan, namun dapat menghargai pekerjaanku dengan sangat baik. Pekerjaan pun bisa selesai dengan cepat. Aku senang, konsumen juga puas.

Kalau sedang apes, konsumen bisa jadi sangan menyebalkan. Mereka menganggap apa yang kulakukan itu mudah. “Geser sedikit saja, gampang.” Kenyataannya, hal itu tidaklah semudah yang dibayangkan. Kau harus belajar ilmu desain grafis untuk bisa mengerti keluh kesahku. Sekedar saran, jika kau tertarik dengan dunia desain grafis, bekerjalah untuk perusahaan yang memang berkecimpung di bidang tersebut. Setidaknya mereka sudah menerapkan standar upah yang pas. Target pasar mereka jelas.

Konsumen macam ini juga banyak menuntut. Aku memberikan A, mereka minta B. Kuberi mereka B, mereka malah berpikir bahwa ternyata A lebih baik. “Kayaknya, bagusan yang tadi, deh.” Begitu terus. Revisi bisa berlangsung semalaman, bahkan berhari-hari! Seolah-oleh para konsumen itu tidak tahu apa yang mereka inginkan. Plin-plan. Saat pembayaran tiba, hasilnya tak sesuai dengan apa yang aku harapkan. Bayaran yang teramat sedikit untuk pekerjaan yang teramat banyak. Tidak sepadan!

Namun, seperti kata pepatah: Konsumen adalah raja, aku nurut saja. Walaupun hati ini rasanya penuh dengan umpatan-upatan kotor karena jengkel dengan kelakuan mereka. Tentu saja aku tidak berani mengutarakan umpatan-umpatan itu melalui mulutku. Bahaya! Bisa hilang penghasilanku kalau membuat kesan yang negatif di mata mereka. Sekali lagi, konsumen adalah raja.

Itulah alasan kenapa aku sering begadang sehingga aku jatuh sakit. Kopi seperti sudah menjadi sahabatku setiap malam. Lumayan, bisa membuatku terjaga semalaman. Lebih dari itu, kopi juga merupakan sumber inspirasi bagiku. Seolah-olah ide terus menerus menghujani otakku seiring dengan suara ‘seruput’ saat bibirku bersentuhan dengan mulut gelas. Ah! Nikmat rasanya. Aku seperti bisa duduk di depan laptopku, memandang monitor dan mengerjakan pesanan desain dari konsumen sampai pagi. Selama ada kopi, it is OK!

#WangsaPutera