Perjalanan Menemukan Nama

Nama gue Apep. Lengkapnya itu Apep Wahyudin. Mungkin nama ini terkesan aneh. Coba deh loe search di google kata “apep”. Yang keluar adalah gambar dewa Mesir berwujud ular.
Ketika gue pertama kali menghirup udara dunia, gue bernama Wahyudin. Nama itu kayaknya adalah nama yang paling religius diantara nama-nama anggota keluarga besar gue. Wahyudin adalah nama pemberian almarhum bapak. Beliau emang paling jenius urusan ngasih nama. Setidaknya untuk nama gue.

Karena gue adalah orang sunda dan anak cowok bungsu, gue dipanggil “Asep” sama emak gue. You know laaah banyak banget nama Asep di dunia ini. Sampai ada komunitasnya segala. Iya, ada loh komunitas yang semua anggotanya bernama Asep. Mungkin nama Asep suatu saat akan menyaingi kepopuleran tahu bulat.

Asep adalah nama kecil yang disematkan kepada anak kecil cowok di kalangan orang sunda. Ada juga nama “Ujang” yang merupakan kompetitor terbesar untuk nama “Asep”. 

Menurut cerita emak, ketika gue lagi diasuh, gue yang waktu itu masih berumur dua tahun selalu niruin kata-kata emak. Ya, pastinya kata-kata yang keluar juga nggak sejelas dan sebagus suaranya Raisha atau Isyana Sarasvati. Loe tahu laah standarnya suara bayi. Lebih mirip suara orang mabok jamur daripada suara penyanyi dengan penonton alay.

Ketika, emak manggil gue dengan sebutan “asep”, dengan spontan gue niruin ucapannya. Tapi, yang keluar dari mulut gue waktu itu bukan “Asep”, tapi “Apep”. Entah itu karena faktor umur atau itu bayi lagi mabok jamur sehingga omongannya ngelantur.

Sejak saat itu gue resmi dipanggil Apep. Tapi itu Cuma nama panggilan. Di akta kelahiran masih tercantum nama Wahyudin saja (nggak pake saja). Waktu kenalan sama orang, gue selalu nyebutin nama Wahyudin, tapi gue akan selalu minta dipanggil Apep.

Nama Wahyudin sendiri (cieee sendiri, pasti jomblo, hahaha) masih bertahan sampai kelas enam SD. Gue sih nyaman-nyaman aja dengan nama itu. Tapi, itu kayaknya nggak berlaku untuk bapak tua yang namanya selalu terpampang di meja paling depan di kelas.

Wali kelas jenius waktu itu ngerasa kalau nama Apep harus dijadiin nama asli karena gue emang lebih sering dipanggil dengan nama aneh itu. Bahkan nggak ada sama sekali orang yang manggil gue Wahyudin, Wahyu, atau bahkan Udin.

Hanya ada seorang wanita beruban, yang lebih mirip harum manis tanpa warna dikasih kepala, yang manggil gue dengan sebutan paling aneh. Setiap kali gue lewat di depan rumahnya, selalu ada sapaan khas. “Tos, timana Ayu?” Itu artinya “Darimana, Ayu?”

Ya, gue dipanggil Ayu. Loe bayangin, gue adalah cowok tulen yang dipanggil dengan nama cewek. Dalam bahasa jawa Ayu itu kan artinya “cantik”. Gue heran, itu kata “ayu” dia dapet dari mana? Nggak ada kata ayu dalam kata “Wahyudin”.

Akhirnya atas saran dari wali kelas jenius itu, kolom nama di akta kelahiran gue bertambah panjang. Sejak kelas 6 SD, nama gue resmi menjadi Apep Wahyudin. Gue nggak lagi dapet pertanyaan “kok, dipanggil apep? Nggak nyambung banget.” dari siapapun sejak saat itu. Tapi, yang paling nggak enak adalah gue harus pindah tempat duduk ke barisan paling depan ketika UAS atau UN.

Itulah sejarah absurd  dari nama gue. Mungkin Cuma bayi yang lagi mabok jamur yang bisa ngasih nama buat dirinya sendiri (sendiri lagi). Tapi, gue selalu bangga dengan nama itu. Kalau kata “Apep” dipisah menjadi “A Pep”, maka dalam bahasa Inggris frase itu berarti “sebuah semangat”. Hidup Apep !!!

No comments:

Post a Comment