Hari Kedua KKL

Kami sekelompok memutuskan untuk survey ke beberapa sekolah di desa tempat kami berkegiatan. Rencananya, kami akan melakukan kegiatan mengajar bahasa Inggris selama tiga minggu ke depan. Tidak nyambung memang, aku dan kelompokku bukan mahasiswa program studi pendidikan bahasa. Kami murni sastra Inggris berbasis pariwisata. Namun, karena keadaan desa yang memang tidak memungkinkan untuk adanya pengembangan kepariwisataan, maka bidang pendidikan dengan suka rela kami kerjakan. Sempat kurencanakan pula untuk menggali potensi kesusastraan di desa ini. Mungkin jika aku beruntung, aku bisa bertemu orang-orang sepertiku, pencinta puisi atau semacamnya. Lagi-lagi, rencana tinggal hanya rencana. Mungkin di sinilah kreatifitas kami diuji. Ah, aku selalu ingin menjadi pionir dalam hal pengembangan minat baca dan sastra di daerah-daerah semacam ini. Mengingat minat baca masyarakat Indonesia memang sangat memprihatinkan: 60 dari 61 negara di dunia. Miris....

Kegiatan survey dan sosialisasi kegiatan telah selesai. Cukup melelahkan, juga menyenangkan. Bertemu orang-orang baru, anak-anak kecil lucu (entah apa mereka akan selucu ini ketika dewasa nanti). Atas dasar demokrasi, kami memutuskan untuk pulang, didampingi oleh ibu kepala dusun. Ya, kepala dusun kami adalah seorang perempuan. Dan percaya atau tidak, ketua RT tempat kami tinggal juga sama, perempuan! Betapa emansipasi dan teori feminisme dijalankan dengan baik di sini.

Di perjalanan pulang, kami melewati kantor kecamatan, bersebelahan dengan puskesmas kecamatan conggeang. Orang-orang berkumpul membicarakan sesuatu yang kulihat sekilas sangat mengagetkan. Benar saja, telah terjadi kecelakaan tunggal yang dialami suami-istri. Sepeda motor yang mereka tunggangi dengan berboncengan menabrak pilar pagar sebuah vila. Dikabarkan bahwa sang suami mengalami vertigo mendadak sehingga tidak mampu menguasai laju kendaraannya.  Betapa terkejutnya aku dan teman-teman manakala kami mengetahui bahwa tempat kejadian perkara kecelakaan hanya berjarak seratus meter dari posko KKL! Benar-benar gila! Baru dua hari kami tinggal, sebuah kejadian mengerikan terjadi di depan mata! Kabar menyebar, sang suami meninggal dunia akibat pendarahan parah di bagian kepala. Sang istri yang malang kini koma setelah dilarikan ke rumah sakit umum daerah Sumedang. Tak pernah bisa terbayangkan, ketika ia sadar dari komanya, sang istri harus menerima kenyataan bahwa orang terkasihnya, sang suami, tak lagi hadir di sisinya.

Malam tiba. Bersama secangkir kopi dan sebatang rokok di antara sela jari, aku termenung sendiri di depan posko sembari menatap jalanan, jalur yang baru saja memisahkan nyawa dari raganya. Dalam hati aku memekik! Takdir selalu tak bisa diprediksi. Pagi hari kelompok ini bersuka cita, bercengkrama, berbagi tawa. Di siang hari, kecelakaan terjadi dekat sekali. Dalam diam, diantara kepulan uap kopi dan asap rokok, aku berusaha mencerna semua kejadian ini. Mati, biarlah tetap menjadi misteri. Satu hal yang pasti: jalanan adalah tempat terakhir kita menginjak bumi. Maksudku, jalan menuju surga atau neraka, masing-masing dari kita yang bisa tentukan sendiri.

-WP-