Kopi Yang Sama

Sepeninggalanmu, aku masih rutin 'ngopi' di tempat yang sama. Selepas senja menjelang maghrib, kursi-kursi ini tak pernah bosan menyambutku dengan hangat. Persis seperti hangatnya sambutanmu di waktu itu. Rapi mereka berbaris, bersiap memberikan kenyamanan untuk setiap insan yang datang.


Sesuai tugasnya, kursi-kursi itu selalu berhasil membuatku merasa nyaman. Salut! Mereka tak pernah mengecewakan. Mereka tak pernah meninggalkanku seperti yang pernah dulu kau lakukan. Bahkan, aku yang lebih sering pergi ketika dosis kafein harian dirasa cukup menutup hari yang selalu melelahkan.

Gila memang, membandinganku yang jelas-jelas manusia dengan kursi-kursi kafe yang hanya paduan besi, busa dan bahan lainnya tanpa pernah ditiupkan jiwa. Terlalu rendah aku memandangku. Maaf!

Kau adalah manusia merdeka ciptaan Tuhan lengkap dengan akal dan pikiran. Perjalanan hidup yang kau lalui, memberimu pandangan luas tentang rasa dan emosi. Dengan semua hak azasi di tanganmu, semua keputusan bisa kauambil dengan penuh kesadaran diri. Termasuk! Keputusanmu untuk akhirnya pergi.

Ini bukan masalah kepergian. Ini tentang setiap kenangan yang selalu sulit dilupakan. Setiap kisah yang kita torehkan. Setiap do’a yang sama-sama kita panjatkan. Setiap momen bertabur tawa yang kita lewatkan. Dan, setiap mimpi tentang hari esok penuh kebahagiaan, juga pernah kita perjuangkan. Sekuat tekadku berusaha agar mereka bisa disingkirkan, sekuat itu mereka bertahan tak mau hilang.

Kau pergi tanpa sedikitpun kesempatan bagiku memahami arti penjelasan. Setiap pesan berisi pertanyaan selalu saja kauabaikan. Padahal, setiap detik kulewati dengan harap akan hadirnya sebuah balasan. Setiap langkah yang kuayunkan ke rumahmu selalu saja berakhir di depan penjaga dengan kata-kata bernada usiran. Padahal, yang kutuntut darimu tak lebih dari sebuah pertemuan.

Sebelum tangis terakhirmu yang kusaksikan, kau pernah berpesan: “Sekali-kali, pesanlah secangkir kopi tanpa gula, agar kau tahu rasanya sebuah kejujuran.” Lalu, kemanakah kejujuran yang saat itu kau gembar-gemborkan? Kau selalu menghindar! Seakan habis kata-kata untuk dapat kauutarakan. Kemana makna kata-katamu itu melayang? Karena yang kudengar bukan murni sebuah kejujuran. Melainkan hanya bungkusan pahit terkesan puitis, namun berisi kata-kata perpisahan paling sadis!

****

Saat ini, secangkir kopi hitam telah hadir memenuhi pesanan. Semerbak harumnya menelusuk masuk ke dalam saluran hidung. Membuai setiap indra penciuman. Damai rasanya. Jika kau membaca tulisan ini, kuberi kau informasi: Kopi ini kupesan tanpa gula sedikitpun!

No comments:

Post a Comment